BUANASENI

FR DURIAN

by Johan Ishak

2019

Computer Graphics

FR ANATOMY

by Johan Ishak

2019

Computer Graphics

Permission for IP of shape obtained from Fairuz Ramdan

DI BAWAH LINDUNGAN ALLAH

by Johan Ishak

2019

Photography

Shah Alam

Art work by Hamir Soib Mohamed

Model: Emil Iskandar

Sekeping Kertas Harga Diri

Dua puluh tiga tahun aku wujud

Dengan hanya hidup mengejar kertas

Sekeping kertas harga diri

Tapi belum cukup

Semua orang begitu

Aku hanya sebiji beras

Dalam segantang beras yang lain

Bukan begitu?

Dua puluh tiga tahun aku wujud

Empat puluh enam tahun lagi nyanyuk

Bila agaknya aku berhenti?

Tapi belum cukup

Semua orang begitu

Aku hanya seperti lebah

Yang bila-bila masa sahaja mampus

Bila menyengat

Bukan begitu?

Dua puluh tiga tahun aku wujud

Aku masih ikhtiar mengejar kertas

Sekeping kertas harga diri

Semua orang begitu

Bukan begitu?

Jo Haq, Wembley 1998

Kejatuhan Bangsa

Kita berkembang ke pelusuk Sunda

Menggahkan adat dan daulat

Menaikkan kudrat dan sifat

Dari tunggul-tunggul batu di gua-gua

Dewa-dewa bunian menjadi sastera kita

Kita berjuang menentang

Benggali putih yang datang

Kononnya berdagang, tapi bersarang

Di bumi tempat tapak mula menyentuh

Dulu, kita berlari-lari

Keliling padang

Melaungkan puisi merdeka

Dan susunan nada kebebasan

Kita maju dan kita kaya

Segalanya tumbuh dengan sendiri

Seandai dedalu jatuh ke tanah

Tapi dikala kita berselesa

Benggali putih kembali

Kali ini bukan dengan bahtera

Tapi dengan pengaruh

Kononnya berdagang, tapi bersarang (lagi)

Kali ini bukan di bumi kita

Tapi dari bumi mereka sendiri

Semua gagap dan kecundang

Habis terlupa puisi dan nada dulu

Habis tersedar diri yang bongkak dan sombong

Jo Haq, Perth 1998

HYPO'CRAZY'....

by Johan Ishak

 2019

20cm x 15cm

Pencil on paper

THE GRASS IS GREENER WHEN NO ONE CONSUMES

Johan Ishak

 2019

Photography

Shah Alam

Di Malam Sepi

Di malam sepi

Aku di pertengahan lamunan

Bertemankan pelita malap

Dan berselubung kegelapan

Di malam sepi ini jua

Aku mengelamun jauh

Akan hari esok yang pasti datang

Dan keteguhan jiwa yang aku butuhi

Aku

Kosong dada

Dan sumbang nada

Hanya mampu membentang sejadah

Dan bertawakal kepadaNya

Ingin aku gagah

Merempuh semua

Tapi apakan daya?

Jiwaku yang lemah longlai ini

Sentiasa bergurindam muram

Dan bersulam kelam

Ingin aku memutar bumi

Agar hari esok cuma sesaat lagi

Dan membiarkan hari ini pergi

Tapi itu hanya mimpi

Sabar, hari esok pasti tiba

Aku hanya perlu terus bersenyum

Menafikan selumbar di kelingking

Dan pekong di dada

Jo Haq, Perth 1998

Kisah Srikandi Hidupku

Aku rindukan srikandiku

Yang jauh di balik benua sana

Kesian dia keseorangan

Menangis hiba menanti aku pulang

Aku terduduk

Menghembus asap rokok

Menghirup secangkir kopi jantan

Dengarlah semua

Aku perbentangkan kisah srikandiku

Srikandiku

Kulitnya melepak dan lembut

Bak sutera cina yang masih bersih

Rambutnya yang perang dan berlaut

Bagaikan jati merah dari Pahang

Bibir yang lebar dan pucat

Menggambarkan ketenteraman

Tubuh yang sederhana dan kemas potongannya

Menambahkan keserian

Telinga yang kecil dan jejari gemalai

Melengkapkan kecantikan seorang wanita

Harus aku cerita budi pekertinya sekali:

Jiwa yang memberontak tapi bertujuan murni

Sering bersedih tapi kuat merempuh

Asyik dia merenung

Tentang kembaranya, tentang perjuangannya

Menghadapi hari-hari yang mencabar

Suatu hari nanti dia akan sedar

Betapa jasanya memberi makna

Jo Haq, Perth 1997

THE GRASS IS GREENER OUTSIDE THE POLLUTED RIVER

by Johan Ishak

2019

Photography

Shah Alam

Model: 5 Year Old Dead Carp

TIGA PURNAMA YANG DINGIN

Siri Musafir X

Lakaran oleh Johan Ishak 2019 untuk sajak oleh Jo Haq 1997

Dakwat atas kertas 20cm x 15cm

Tiga Purnama Yang Dingin

Menjejak babak-babak kehidupan

Yang sering berlalu

Bagaikan bayu yang meniup dedaunan kuning

Manusia di sana sini sibuk mencatat sejarah

Hanya untuk membiarkan purnama berlalu

Tapi kita beristirahat

Bercekak pinggang berminum kopi

Mengelamun jauh tanpa peduli

Kita senang tapi kita resah

Kita duduk dan kita berdiri

Semuanya sama

Dan semuanya ‘monoton’

Di sudut hati manusia berbisik

Bertanyakan erti hidup ini

Di sudut minda kita berumus

Menjawab seribu persoalan hidup

Kalau di benua sana orang berperang

Kita di sini tak senang

Kalau di benua sana orang aman

Kita di sini masih tak senang

Ayuh kawan, marilah kita alami

Hari-hari yang berlalu

Yang mungkin membawa tuah dan rezeki

Atau yang mungkin tak bererti

Ayuhk awan, mari bergembira

Kerana kesedihan pasti datang

Menunggu waktunya

Mungkin selepas hari ini berlalu

Jo Haq, Perth 1997

Anak Singa dan Naga Tua

Anak Singa yang kononnya dulu yatim
Kini kembali di bawah naungan
Anak Singa yang kononnya dulu yakin
Kini hilang semangat
Menyembah Si Naga Merah yang tua perkasa
Bukan kemanusiaan, bukan harga bangsa
Dan bukan manifesto hak
Tapi keangkuhan
Kebuluran kuasa dan ego
Pengertian lapuk yang masih disanjung
Dan pendalihan revolusi
Mungkin Anak Singa berkobar-kobar
Melaungkan kegelapan
Tapi tidak disedari
Air kencing hancing
Yang ditelan dan dinikmati
Ini satu epik kejahilan
Kemungkaran hak dan bongkak diri
Ini cerita dunia
Ketakburan hati dan resah jiwa
Naga bukan patriotik, tapi hipokrit
Singa Tua bukan pendinding
Tapi pendalang durjana
Tinggal engkau sendirian
Yang mengaum gagah
Tiada siapa yang mendengar
Tiada siapa yang menghirau
Pengeksploitasian pulau itu


Jo Haq, Perth 1997

HIDAYAH INI

Siri Musafir X

Lakaran oleh Johan Ishak 2019 untuk sajak oleh Jo Haq 1997

Dakwat atas kertas 20cm x 15cm

Hidayah Ini

Hidayah ini memanggil aku

Sebagaimana orang-orang yang terdahulu

Aku terperangkap

Di antara gelap dan cahaya pelita

Yang selama ini

Hanya hidayah yang menanti,

Tapi aku sering bongkak dan lupa diri

Aku bagaikan pengembara

Yang membelakangkan senja merah

Bangga

Menuju samudera raya

Merempuh badaian gelora

Tapi bila aku pulang

Aku menangis

Tangiskan kenangan silam

Tangiskan diri

Yang bersempadan dari hakikat

Lemah longlai kaki bertapak

Sang musafir hina mengakhiri langkah

Menghentikan jejak lama

Mencari haluan baru

Aku pun begitu

Tapi kali ini

Dengan hidayahMu

Jo Haq, Perth 1997